Minggu, 15 April 2012

Posted by Yoghi Andreanto On 13.43



Jika kita membicarakan salah satu seri RPG-action terbaik di industri game, maka nama Mass Effect yang lahir dari tangan dingin Bioware memang pantas menjadi salah satunya. Ia mengenalkan konsep role-playing yang sebenarnya lewat sistem konversasi terbuka dan jalan cerita yang terbentuk dari konsekuensi atas aksi. Namun tidak hanya itu saja, plot yang ia tawarkan juga terhitung kompleks dan memang menarik untuk diikuti. Tidak mengherankan jika banyak gamer yang jatuh cinta dengan franchise epik yang satu ini. Direncanakan sebagai sebuah trilogi sejak awal, Mass Effect akhirnya tiba pada seri ketiganya yang baru saja dirilis.
Mass Effect 3 tentu saja menjadi salah satu seri game yang paling diantisipasi di tahun 2012 ini, mengingat bagaimana seri ini akan tampil sebagai konklusi dari semua konflik dan misteri yang sudah terbangun di dua seri sebelumnya. Sebagai seri terakhir dari sebuah perjalanan yang panjang, Bioware sendiri mengklaim bahwa mereka akan menghadirkan banyak hal baru di Mass Effect 3, sesuatu yang masif dan penuh kejutan. Ini juga akan menjadi seri pertama yang menghadirkan mode multiplayer secara online dengan pengaruh yang cukup signifikan pada mode single player yang ada. Sebuah fitur yang tentu akan membuat banyak gamer bajakan kelabakan.
Lantas bagaimana dengan keseluruhan Mass Effect 3 secara keseluruhan? Mampukah ia menghadirkan pertempuran terakhir yang kita antisipasi? Pada akhirnya kita harus berhadapan dengan sebuah konflik emosi. Di satu sisi kita akan menghadapi kegembiraan dari merasakan sebuah seri terakhir dari sebuah franchise dengan kualitas yang tidak pernah mengecewakan, sementara di sisi yang lain harus berpisah dengan sebuah seri yang mungkin tidak akan dapat kita lihat lagi di masa depan. Terlepas dari itu semua, ini akan menjadi saat yang tepat untuk mengangkat senjata, memimpin Normandy, dan menghancurkan para Reapers!
Mass Effect 3 yang kami mainkan ini adalah versi XBOX 360. Walaupun terdapat perbedaan yang cukup dapat dirasakan pada level framerate dan details yang dihadirkan dengan versi PC (namun tidak jauh berbeda dengan Playstation 3), review ini tetap kami tempatkan di sesi PC untuk menjamin manajemen konten yang lebih mudah dan nyaman, bagi kami maupun bagi Anda, players.

Plot

The Reapers akhirnya melancarkan invasi terbuka untuk melenyapkan kehidupan makhluk hidup di semesta
Dalam dua seri sebelumnya, petualangan Shepard mengarungi angkasa membawanya pada satu fakta yang mengejutkan, bahwa alam semesta kini menghadapi salah satu ancaman yang mungkin akan menjadi akhir dari segalanya: The Reapers. Berbeda dengan alien yang mereka temui selama ini, The Reapers merupakan ras “legenda” yang identik dengan kehancuran, mereka yang akan menjadi “kiamat” untuk semua jenis kehidupan. Mereka akan muncul setiap 50.000 tahun sekali dan “memanen” peradaban yang sudah matang  dengan menghadirkan genosida tanpa ampun. Shepard belajar banyak akan ras ini, dan berusaha meyakinkan semesta untuk bersiap akan kehadirannya. Namun pada akhirnya, tidak ada yang mengambil tindakan apapun.
Semua mata terbelalak ketika seperti yang diprediksikan, The Reapers memulai invasi besar-besaran mereka ke semua bentuk jenis kehidupan di alam semesta. Kehancuran massal seolah menjadi takdir yang tidak lagi terelakkan, tanpa ada harapan untuk memberikan perlawanan. Namun, nyatanya, salah satu ras paling mutakhir yang menjadi korban The Reapers di siklus yang lalu – Prothean ternyata memiliki solusi yang mungkin menjadi satu-satunya kunci untuk mempertahankan eksistensi semua makhluk hidup di masa depan. Shepard kini harus mengumpulkan cukup kekuatan untuk membangun sebuah senjata yang dipercaya akan mampu menghancurkan Reapers, senjata yang disebut sebagai The Crucible.
Apa sebenarnya yang berusaha dicapai oleh The Reapers?
Big Ben? London?
Semuanya akan lebih mudah jika The Reapers menjadi satu-satunya ancaman yang harus mereka hadapi. Namun nyatanya? Sifat dasar manusia lah yang turut menjadi penghalangyang tidak kalah berat. Salah satu organisasi teroris “rasis” – Cerberus yang menjadi fokus di seri kedua juga menimbulkan kekacauan yang sama fatalnya seperti The Reapers. Mereka melakukan banyak misi yang destruktif, menghalangi jalan Shepard membangun aliansi, dan menghabisi mereka yang berseberangan dengan sudut pandang mereka. Tentu saja, sang sosok fenomenal misterius – The Illusive Man berada di balik semua hal ini.
Apa yang berusaha dikejar oleh para Cerberus? Mengapa The Reapers melakukan genosida setiap 50.000 tahun sekali? Apakah Shepard akan berhasil menyelamatkan semesta dari ambang kepunahan? Semua jawaban ini akan Anda temukan dengan memainkan Mass Effect 3!

Mekanisme Gameplay yang Tidak Banyak Berubah

Memulai Mass Effect 3 tidak berbeda dengan seri Mass Effect lainnya. Anda masih dapat mengimpor save data dari Mass Effect 2 untuk melanjutkan karakter dan konsekuensi yang sudah Anda dapatkan di seri sebelumnya. Jika tidak, Anda masih bisa membangun karakter dari awal dengan beragam pilihan job dan skill berbeda yang dapat dipilih sebagai dasar dari karakter Anda. Tidak hanya itu saja, Anda juga bisa memilih latar belakang cerita dari Shepard sendiri, dari memutuskan siapa yang selamat dari perang di dua seri terakhir, hingga kehidupan masa kecil Shepard sendiri. Beberapa keputusan ini akan berpengaruh langsung pada gaya permainan Anda di Mass Effect 3.
Mass Effect 3 menghadirkan sistem gameplay yang serupa dengan dua seri Mass Effect sebelumnya
Anda kini bisa berfokus untuk memperkuat serangan melee. Melupakan senjata api? Tidak sampai sejauh itu
Selain plot utama yang menjadi dasar segalanya, seri Mass Effect selama ini juga terkenal dengan elemen action-RPG third-person shooter nya yang unik. Tidak ada yang berubah di Mass Effect 3, Bioware tetap menghadirkan elemen yang sama. Anda tetap menggunakan sudut pandang orang ketiga, dengan kemampuan untuk melakukan bidik dan berlindung dari serangan musuh. Bioware tentu saja menyuntikkan shortcut yang memudahkan Anda untuk mengakses skill-skill tertentu dengan cepat tanpa harus membuka skill secara keseluruhan. Seperti halnya game-game RPG yang lain, Mass Effect 3 juga datang dengan sistem level up dan skill tree yang serupa. Semakin banyak musuh yang Anda lawan, semakin kuat juga karakter Anda. Satu-satunya yang berbeda adalah porsi serangan melee yang kini dapat menjadi fokus.

Mode Eksplorasi yang Lebih Sederhana

Apakah Anda yang termasuk gamer yang membenci sistem eksplorasi yang ditawarkan oleh Mass Effect 2? Dimana Anda benar-benar harus singgah di setiap planet dan sistem yang ada untuk memeriksa ketersediaan mineral untuk membangun banyak hal? Jika iya, maka Mass Effect 3 datang dengan sistem yang jauh lebih sederhana. Cukup membuat Anda untuk terserap dan sibuk, namun tidak akan sampai memaksa Anda untuk menghabiskan sebagian besar waktu hanya untuk melakukan hal tersebut. Normandy kini akan dibekali kemampuan untuk melakukan scan secara real-time untuk mencari planet-planet mana saja yang berpotensi untuk memberikan keuntungan tertentu. Tidak hanya itu saja, persentase yang ada juga akan menunjukkan apakah Anda sudah mendapatkan semua sumber daya yang bisa diperoleh dari sistem tersebut. Hal ini tentu saja mempermudah gameplay yang ada, sekaligus meminimalisir Anda menghabiskan waktu untuk sesuatu yang tidak berguna sama sekali.
Para gamer tentu menyambut sistem eksplorasi dengan scan secara langsung ini. Namun kali ini tidak akan berjalan mudah, ada ancaman Reapers yang mengintai
Anda tidak perlu lagi menghabiskan waktu dengan mengunjungi semua planet seperti di Mass Effect 2!
Namun perjalanan untuk mengeksplorasi semua sistem ini tidak akan berjalan mudah tanpa halangan. Sesuai tema utama Mass Effect 3 dimana The Reapers telah menginvasi keseluruhan semesta, Anda juga harus berhadapan dengan ras alien ini ketika berusaha mencari planet-planet yang potensial. Scan yang Anda lakukan akan menarik The Reapers untuk mengejar Normandy. Tertangkap? Maka semuanya akan berakhir untuk Anda saat itu juga. Tidak ada cara untuk melawan balik, hanya berlari dari sistem dan kembali jika memang Anda menemukan sesuatu yang berharga di sana.

Pilih, Hadapi Konsekuensi, dan Bersiaplah untuk Berkorban!

Pada akhirnya, perang selalu meminta Anda memilih yang satu dan mengorbankan yang lain
Salah satu kekuatan utama Mass Effect, yakni kebebasan untuk memilih dan konsekuensi konsisten yang datang darinya akan memegang peranan yang lebih penting di Mass Effect 3, bahkan jauh lebih krusial dibandingkan dua seri sebelumnya. Seperti yang kita tahu, Shepard memang diharuskan untuk mengumpulkan fleet yang cukup untuk menangkal serangan The Reapers di bumi. Namun semua fleet yang datang dari beragam ras ini bukanlah anggota-anggota ramah yang hidup dalam damai. Mereka memiliki konflik mendasar satu sama lain, hingga pada level yang mustahil untuk dapat saling bekerja sama. Anda akan dihadapkan pada pilihan-pilihan yang menuntut Anda untuk mengorbankan salah satunya. Mungkinkah untuk menyelamatkan mereka semua? Butuh strategi tertentu!
Jangan terjebak untuk memaksimalkan level Paragon ataupun Renegade, karena keduanya tidak berpengaruh apapun secara signifikan. Kesampingkan hal ini, dan pilihlah opsi yang terbaik untuk kepastian memenangkan perang!
Berfokus pada Renegade? Anda hanya akan mendapatkan wajah Shepard yang terlihat lebih buruk. Anda akan menjalani timeline dan cerita yang sama saja dengan karakter yang penuh di sisi Paragon.
Pilihan-pilihan ini juga akan berlaku pada standar yang lebih sempit, seperti pada percakapan atau aksi yang ada harus dilakukan oleh Shepard pada setiap cut-scene yang datang. Cut-scene berada di level yang tinggi, karena ia berpengaruh lebih signifikan dan mengubah kemungkinan Anda. Sementara percakapan akan membuat Anda mendulang point yang berbeda untuk opsi yang dipilih, terutama dari segi Paragon (baik) dan Renegade (jahat) dan tingkat reputasi yang ada. Seberapa ini berpengaruh? Terlepas dari apakah Anda lebih condong ke Renegade atau Paragon, tidak ada konsekuensi langsung yang akan dialami oleh Shepard, selain tampilan secara fisik. Oleh karena itu, jangan repot-repot untuk memastikan Shepard Anda untuk berlaku sebaik atau sejahat mungkin. Mengapa? Karena keputusan-keputusan terbaik yang akan menentukan seberapa banyak aliansi yang dapat Anda rekrut datang dari kombinasi pilihan-pilihan Paragon dan Renegade. Jadi? Pilihlah dengan bijak dan kesampingkan elemen yang satu ini.

It’s All about War Assets!

War Assets memainkan peranan paling penting. Mengapa? Karena ia akan menentukan ending seperti apa yang bisa Anda dapatkan!
Jika kita membicarakan salah satu unsur baru yang memegang peranan sangat krusial pada Mass Effect 3, maka War Assets merupakan hal yang tidak boleh Anda lewatkan. Elemen yang dideskripsikan sebagai kesiapan Anda untuk melawan para Reapers ini memang hanya berbentuk nota, kata, dan angka tanpa wujud fisik yang dapat dinikmati secara langsung ataupun berpengaruh pada kemampuan bertempur Anda. Namun jangan pernah sekalipun menganggap hal ini sebagai sesuatu yang dapat dilewatkan begitu saja. Percaya atau tidak, War Asssets akan menjadi kunci untuk menentukan opsi ending apa yang akan Anda dapatkan. Ada banyak cara untuk mendapatkan War Assets, dari mengeksplorasi sistem yang ada dengan Normandy, menyelesaikan setiap sub-quest yang ada, dan memilih dan mengorbankan opsi yang ditawarkan.
Sub-quest yang ditawarkan di Mass Effect 3 juga tidak main-main jumlahnya. Sebagian besar memang bisa Anda dapatkan dari Citadel dengan mudah. Bioware juga menyuntikkan sistem yang lebih sederhana bagi Anda untuk dapat menangkap dan tidak melewatkan setiap sub-quest yang ada. Anda hanya tinggal membuka map dan mencari people of interest yang terpampang jelas di sana. Ini juga berlaku untuk quest yang sudah Anda lakukan ataupun membutuhkan Anda untuk diselesaikan. Selain Citadel, Anda juga harus sering memeriksa private terminal untuk sub quest yang lebih signfikan. Seperti yang sudah kami katakan sebelumnya, jangan terpaku pada opsi untuk memenuhi baru Paragon ataupun Renegade, karena Mass Effect 3  membutuhkan kombinasi keduanya.
Citadel akan menjadi ladang sub-quest yang terbaik!
Usahakan untuk melihat setiap sub-quest yang ada sebagai kesempatan untuk meningkatkan War Assets. Pantas untuk diperjuangkan!
Lewat War Terminal yang ada, Anda bisa memeriksa kesiapan armada untuk bertahan dan melawan para Reapers. Di sinilah mode multiplayer online berpengaruh besar dan akan membuat sebagian besar gamer bajakan gigit jari. Mode multiplayer online akan berpengaruh pada tingkat kesiapan setiap cluster yang ditentukan pada persentase readiness. Kemampuan militer yang Anda dapatkan secara keseluruhan akan dikalikan pada persentase readiness yang ada untuk mendapatkan angka effective military strength. Kekuatan efektif inilah yang akan menjadi penentu pada opsi ending yang bisa Anda dapatkan, semakin tinggi tentu semakin baik. Sementara Anda yang tidak bermain secara online? Tingkat readiness ini akan bertahan di angka 50% tanpa ada kemungkinan meningkat. Mungkinkah mendapatkan ending terbaik? Mungkin saja, tetapi Anda butuh bermain setidaknya dua kali dengan save data new game plus di Mass Effect 3.
Sayangnya, bagi para pencinta Mass Effect yang sudah mengenal seri ini mendarah daging (setidaknya bagi saya pribadi), keputusan Bioware untuk menyuntikkan elemen ini justru menjadi kesalahan terbesar. Mengapa? Jika kita menilik dua seri Mass Effect sebelumnya, maka jelas terlihat bahwa Bioware mengambil keputusan yang seolah merebut esensi Mass Effect yang sebenarnya. Pada akhirnya, bukan keputusan dan tindakan Anda yang akan menentukan ending yang Anda dapatkan, tetapi angka dan nota yang bahkan tidak memiliki wujud fisik sama sekali. Berlakunya bad, good, dan secret ending selah menjelma menjadi arah yang harus Anda tempuh, mau atau tidak mau. Di masa lalu? Anda akan dengan puas menerima ending yang Anda dapatkan sebagai bentuk konsekuensi.

Kesempatan Untuk Melihat Wajah Tali?

dag..dig..dug... dag..dig..dug..
Dari semua misteri yang ada di seri Mass Effect selama ini, misteri seperti apa yang menjadi pusat rasa penasaran terbesar para gamer? Bukan dari plot maupun latar belakang yang ada, tetapi dari salah satu karakter playable yang dengan setia menemani petualang Shepard selama membongkar misteri The Repaers dan efek yang mungkin ditimbulkannya. Benar sekali kita sedang membicarakan sosok alien “manis” bernama Tali, sang Quarians yang terkenal seabgai ahli robot – Geth. Selama dua seri sebelumnya, Tali selalu mengenakan topeng ungunya dan sama sekali tidak pernah memperlihatkan wajahnya yang sesungguhnya.
Rumor yang beredar memang sempat memberitakan bahwa Bioware akan membuka topeng Tali di seri terakhir dan memperlihatkan bentuk wajahnya kepada dunia. Apakah Bioware akan melakukan hal tersebut? Saya hanya bisa menyediakan screenshot di atas untuk memberikan sedikit intipan.

Kesimpulan

You will play the game, won't you?
Sebagai sebuah seri terakhir dari trilogi yang epik, Bioware memang mampu menghadirkan Mass Effect 3 sebagai sebuah seri pemungkas yang terhitung “sempurna”. Ia datang dengan sebuah paket aksi yang lebih berat dan lebih keren dibandingkan seri-seri sebelumnya. Beragam musuh baru dihadirkan, perlengkapan perang, hingga pertempuran skala besar yang luar biasa masif. Ia juga tetap datang dengan mekanisme gameplay yang sudah begitu familiar dengan penggemar Mass Effect selama ini dan menyederhanakan sistem eksplorasi yang memang sudah dikeluhkan. Pada dasarnya, Bioware mampu membawa sebuah cerita pentutup yang memenuhi ekspektasi yang ada.
Jika ada kelemahan yang patut dicatat adalah bahwa Bioware ternyata terperangkap pada model game action-RPG lain yang menawarkan “kebebasan” abal-abal. Sistem Renegade dan Paragon yang dihadirkan ternyata justru menjadi semacam “jebakan” untuk tidak mendapatkan ending terbaik di game ini. Benar sekali, Bioware kini menambahkan standar bagi Anda untuk ending yang pantas untuk dikejar, berbeda dengan seri-seri sebelumnya dimana tidak ada ending terbaik untuk sebuah Mass Effect. Apakah ini menjadi sebuah efek psikologis yang akan Anda rasakan sebagai keinginan untuk mencapai kesempurnaan di seri terakhir? Ataukah ini memang strategi Bioware untuk “tidak langsung” memaksa Anda untuk memainkan mode multiplayer yang ada? Anda yang memutuskan.
Bagi mereka yang sudah memainkan seri ini sejak awal, Mass Effect 3 akan menjadi katalis yang paling Anda butuhkan untuk membuat semua pengalaman tersebut menjadi sempurna. Sedangkan bagi Anda yang baru dengan seri ini, ada baiknya Anda memainkan dua seri sebelumnya untuk mendapatkan Mass Effect yang sebenarnya.

Kelebihan

Pertempuran yang ada ditampilkan dalam skala yang lebih epik dan masif
  • Pertempuran yang lebih masif dan epik
  • Sistem eksplorasi yang lebih sederhana
  • Identitas Mass Effect yang tetap dipertahankan
  • Visualisasi yang menawan untuk konsol
  • Tetap hadir dengan beragam opsi dan konsekuensi yang harus dihadapi

Kekurangan

Pada akhirnya, Anda akan "dituntun" untuk mengejar ending tertentu. Sangat disayangkan
  • Sistem Paragon dan Renegade yang tidak berpengaruh banyak
  • Pilihan Ending yang tampak memaksa gamer untuk berjalan ke “arah” tertentu
Cocok untuk gamer: penggemar game RPG-action, penggemar seri Mass Effect
Tidak cocok untuk gamer: yang belum memainkan seri pertama dan kedua Mass Effect.
Posted by Yoghi Andreanto On 13.39


Dari begitu banyak franchise yang lahir di industri game, mereka yang bergerak di genre olahraga boleh terbilang yang paling unik. Mengapa? Berbeda dengan game action atau RPG lain yang memang tumbuh dan berkembang dari akar fiksi, game olahraga seperti ini muncul dari sesuatu yang ada di dunia nyata. Sesuatu yang sebenarnya tak banyak berubah dalam kurun waktu puluhan tahun, dari masa ke masa. Baseball tetap memukul, lapangan golf tetap berlubang satu, balapan tetap berusaha menjadi yang tercepat, dan sepakbola masih berisi 22 orang yang mengejar satu bola. Seni di industri game lantas muncul dari mengembangkan inovasi agar game seperti ini tidak membosankan dan selalu fresh di setiap seri. Cara yang lain? Berusaha menghadirkan pengalaman serealistis mungkin.
Jika kita membicarakan franchise game sepakbola yang selalu berusaha tampil dengan visualisasi dan gameplay yang realistis, maka FIFA boleh dibilang menjadi jawara untuk usaha yang satu ini. Franchise yang lahir dari tangan dingin Electronic Arts ini memang selalu hadir dengan kualitas grafis dan detail yang menawan dari setiap serinya. Tidak hanya dari segi pemain, namun juga kostum dan stadium yang menjadi elemen utama untuk membangun atmosfer kompetisi yang sesungguhnya. FIFA menjadi game sepakbola yang begitu memanjakan mata. Namun inti dari sebuah game sepakbola tentu tidak terletak hanya pada apa yang dilihat mata, tetapi juga sensasi yang diberikan dari keseluruhan gameplay. Hal inilah yang berusaha digali dari seri terbarunya, FIFA 12.

Jauh sebelum FIFA 12 dirilis, Electronic Arts memang sudah mengklaim bahwa FIFA 12 akan tampil berbeda dengan seri sebelumnya. Melalui trailer, screenshot, dan deskripsi yang ada, mereka memperkenalkan engine baru untuk mengakomodir kebutuhan gamer akan animasi pemain yang lebih adaptif terhadap dunia nyata. Senjata “rahasia” tersebut dinamakan Player-Impact Engine. Sebagai salah satu gamer yang penasaran dengan fitur yang satu ini, engine ini menjadi salah satu alasan utama untuk menjajal FIFA 12. Tidak hanya untuk sekadar menguji seberapa mumpuni implementasinya, tetapi juga efek signifikan yang ia hadirkan dalam keseluruhan permainan.
Anda yang sudah membaca preview kami, tentu sudah cukup mendapatkan gambaran tentang visualisasi dan berbagai konten yang menjadi kekuatan utama FIFA 12. Review ini dihadirkan untuk mengupasnya lebih dalam, terutama dari segi gameplay secara keseluruhan. Untuk menghadirkan review yang lebih baik, pengaruh game kompetitor tentu saja berusaha diminimalisir dengan melihat FIFA 12 sebagai sebuah franchise yang berdiri sendiri. Pengalaman subjektif dan kenyamanan bermain menjadi dasar yang paling kuat untuk menilai game ini secara keseluruhan.

Visualisasi dan Animasi Gerakan

Bukan FIFA namanya jika tidak mampu memunculkan visualisasi memanjakan mata
Apa yang menjadi sebuah inti game sepak bola? Selain memastikan diri untuk mengusung semua elemen paling dasar yang berada di sebuah pertandingan sepak bola, seperti peraturan dan teknik dasar dalam bermain, sebuah game sepakbola harus mampu membawa atmosfer dan “bau” pertandingan yang kentara di dalam game yang mereka usung. Inilah yang selalu menjadi fokus dari Electronic Arts ketika mendesain sebuah game FIFA. Bukan sebuah game FIFA namanya, jika ia tidak mampu membawa kualitas grafis dan visualisasi yang mampu mengkomodir kebutuhan itu. Selain itu, berbagai detail yang ditambahkan juga memperkuat kesan awal yang kuat akan sebuah game sepakbola yang berkualitas. EA mempersiapkan semua itu.
Atmosfer pertandingan yang terasa kental
Detail yang mengagumkan. Lihat gerakan matanya.
Visualisasi yang dihadirkan pada FIFA 12 pantas mendapat acungan jempol besar. Penggambaran karakter didesain dengan cukup sempurna, dengan penuh detail kecil yang ditampilkan dengan baik. Atmosfer juga tercipta dari desain lapangan dan visualisasi penonton yang berhasil membangun suasana pertandingan yang jauh lebih realisitis. Seberapa baiknya visualisasi ini? Electronic Arts tidak hanya berusaha untuk menampilkan wajah pemain yang mirip belaka, tetapi juga menghadirkan ekspresi wajah yang bergerak dinamis dalam setiap pertandingan. Walau lebih sering tampil hanya dalam gerakan mata yang berfokus ke bola, ekspresi seperti ini menjadi potensi yang menarik untuk terus diikuti di masa depan jika dikembangkan dengan lebih baik.
Dua acungan jempol untuk animasi gerakan yang dihadirkan
Animasi gerakan yang ditampilkan di FIFA 12 juga boleh terbilang sangat baik. Kualitas gerakan lari dan animasi yang ditunjukkan oleh setiap pemain tampil dengan keunikannya masing-masing, menghasilkan ciri khas pemain yang seringkali kita temukan di pertandingan nyata. Pemain juga dapat bergerak dengan cukup mulus, bermanuver, serta mengeksekusi aksi yang kita inginkan dengan cukup responsif. Gerakan pertahanan seperti sliding dan tackle juga dapat ditampilkan baik, layaknya gerakan seorang pemain bola. Tidak heran jika banyak gamer yang menganggap FIFA tampil sempurna untuk dua fitur ini. Animasi dan visualisasi yang dihadirkan belum terkalahkan.

Player-Impact Engine: Menjadi Sebuah Blunder?

Player Impact Engine
Fitur utama apa yang ditawarkan Electronic Arts di FIFA 12? Jawabannya tentu saja Player-Impact Engine. Melalui engine terbaru yang diterapkan petama kali untuk seri FIFA ini, EA berharap dapat menghadirkan sebuah sistem permainan yang jauh lebih realistis, menjadikan setiap pemain sebagai sebuah wujud fisik yang dapat saling berinteraksi dengan pemain yang lain. Semua sudut di tubuh pemain menjadi model tiga dimensi yang diimbuhkan “collision” sehingga tidak dapat ditembus oleh benda padat lainnya di dalam game. Dengan menggunakan pemograman seperti ini, FIFA 12 berhasil mencapai sebuah level yang belum mampu diterapkan game olahraga apapun sebelumnya. Satu langkah lebih dekat dengan dunia nyata.
Player-Impact Engine bergerak dalam setiap sudut tubuh. Pehatikan siku dan akibatnya pada gerak tubuh Messi
Pertama kali merasakan engine ini secara langsung di pertandingan, Anda akan berdecak kagum karena keampuhan fitur yang dihadirkan. Anda akan merasakan sensasi yang berbeda karena pemain kini bereaksi dan beraksi dengan cara yang berbeda akibat Player Impact engine ini. Ketika berduel di udara atau saling berebut bola, engine ini memunculkan efek tabrakan yang tak berbeda dengan yang terjadi di dunia nyata. Bahkan siku pemain yang menyentuh kepala Anda dapat merubah posisi kepala pemain, seperti yang terlihat di screenshot di atas. Namun sayangnya, kekaguman ini hanya terjadi di satu atau dua pertandingan awal. Mengapa? Karena perlahan Anda akan mulai menemukan celah permainan yang sulit untuk ditoleransi.
Berlari kencang dan membawa bola tentu saja menjadi gerakan paling dasar di sebuah game sepakbola. Player Impact Engine seharusnya dihadirkan untuk membawa Anda ke sebuah strategi menyerang dan pertahanan yang baru dan inovatif, namun nyatanya tidak banyak yang berubah. Anda tetap dapat merebut bola dengan cara yang sama. Yang berbeda hanya ada pada frekuensi pemain yang jatuh di lapangan akibat tabrakan yang tercipta, sesuatu yang akan sering Anda lihat. Namun anehnya, frekuensi yang meningkat ini tidak dibarengi dengan peningkatan foul juga. Wasit seolah tak peduli dan tetap memberikan sinyal Play On. Pada awalnya kecurigaan datang dari tipe wasit yang dihadirkan, namun setelah menggantinya? Tak banyak yang berubah.
Hal seperti ini bisa memicu jatuh berjamaah.
Ups....
EA memang mengejar suasana pertandingan yang nyata dan Player-Impact Engine menjadi awal yang baik. Namun implementasi yang belum sempurna, menjadikan engine ini justru membuat suasana pertandingan menjadi kacau balau. Satu orang yang jatuh tiba-tiba akan memicu pemain lain yang jatuh, kemudian yang menabrak keduanya akan jatuh pula, membuat lapangan tak ubahnya sebuah pertandingan American Football. Seolah semua pemain ini hanyalah robot tanpa pikiran yang hanya bergerak dengan kontrol Anda, tanpa AI atau bahkan insting seorang pemain bola. Akan lebih baik jika EA juga menambahkan animasi reaktif seperti melompat menghindar atau manuver lain yang lebih kaya untuk menghindarkan pemain dari tabrakan beruntun seperti ini. Belum lagi masalah tabrakan antar pemain dalam satu tim yang juga sering terjadi. Anda akan menemukan teman yang bergerak terlalu dekat atau justru menghalangi jalur lari Anda. Akibatnya? Tabrakan antar pemain kawan yang kontra-produktif. Oke, hal ini memang terjadi di pertandingan nyata, but really, tidak sesering ketika Anda memainkan FIFA 12. Chaotic.
Player-Impact Engine memang menawarkan sebuah pengalaman yang berbeda, namun sayangnya lebih untuk konsep eye-candy tanpa berpengaruh besar pada sistem gameplay yang dihadirkan. Namun, engine ini akan menjadi aset yang sangat potensial di kemudian hari. Menggabungkannya dengan ekspresi wajah yang lebih reaktif dan kaya, FIFA 12 akan semakin dekat untuk menghasilkan sebuah game sepakbola super-realistis.

Menu Tactics yang Masih Kurang Informatif

Sederhana, mudah digunakan, namun masih kurang informatif
Mengatur strategi, meletakkan posisi pemain dalam posisi yang kita inginkan, menetapkan formasi, dan mengembangkan gaya bermain yang adapatif tentu sangat krusial untuk memenangkan sebuah pertandingan sepak bola. Tidak ada yang meragukan hal tersebut. Maka setiap game sepakbola sudah pasti menghadirkan menu ini untuk dapat diakses oleh gamer sebelum memulai sebuah pertandingan, tidak terkecuali FIFA 12 ini. Jika kita membicarakan menu seperti ini, hal apa yang paling dibutuhkan oleh seorang gamer? Informasi, informasi, dan informasi. Setidaknya cukup untuk menggambarkan efek dari setiap perubahan.
FIFA 12 hadir dengan menu yang mampu mengakomodir sebagian besar dari apa yang dibutuhkan seorang gamer. Mengatur formasi dan strategi dengan mudah, bahkan memilah sendiri frekuensi strategi lapangan yang ingin digunakan dalam bentuk skala yang mudah dimengerti. Satu yang sangat disayangkan adalah minimnya informasi yang bisa didapatkan dari perubahan yang kita lakukan di setiap lini. Salah satu contoh yang paling nyata adalah skor pemain yang ada. Pada dasarnya skor ini merupakan nilai rata-rata dari keseluruhan kemampuan yang terdapat dalam diri seorang pemain. Semakin besar nilainya, maka semakin baik pula kinerja seorang pemain. Namun di pertandingan nyata, skor ini berlaku hanya ketika pemain mampu bergerak maksimal di posisi /daerah yang ia kuasai. Sayangnya FIFA 12 tidak mengakomodir hal seperti ini. Mengubah Forlan menjadi seorang kiper? Anda masih akan menemukan skor pemain yang sama.

Adaptif

AI bergerak sangat adaptif
Satu hal yang cukup dirasakan dari FIFA 12 adalah sistem permainan yang luar biasa adapatif, bahkan untuk Anda yang tidak terbiasa dengan franchise ini sekalipun. Adaptif dalam arti mudah untuk dikuasai, baik dari segi gamer atau permainan itu sendiri. AI yang dihadirkan di dalam permainan cukup reaktif terhadap kondisi bola di tangan kawan maupun lawan, membuat mereka hampir selalu berada di posisi yang tepat. Terlepas dari kekurangan akibat player impact engine yang dibahas sebelumnya, kemampuan Ai untuk bergerak efektif dan efisien, dalam bertahan maupun menyerang menjadi nilai plus tersendiri.
Skema kontrol alternatif
Adaptif bagi gamer sendiri? EA seolah mengerti bahwa selalu ada kesempatan bagi gamer sepakbola yang mencintai franchise kompetitor untuk menjajal FIFA 12 mereka. Hebatnya? Mereka mempersiapkan hal tersebut dengan baik. Mereka bahkan menyediakan skema kontrol alternatif bagi mereka yang terbiasa memainkan seri PES. Walaupun terdapat perbedaan pada tombol untuk sprint, namun secara overall, gamer PES akan lebih mudah menguasai permainan FIFA 12 dengan cepat melalui skema kontrol ini. Tidak butuh waktu lama untuk menguasai, karena dasar gameplay yang memang tidak jauh berbeda pula.

Kesimpulan

Worth to play!
Jadi apa yang bisa disimpulkan dari sebuah game FIFA 12? Sebuah pujian harus dihadirkan untuk Electronic Arts yang tingkat kualitas yang lebih tinggi untuk seri terbaru ini Tidak hanya visualisasi dan animasi yang tampil luar biasa baik, namun berbagai inovasi seperti player-impact engine, ekspresi yang reaktif, dan sistem AI yang disempurnakan membuat game ini menampilkan sistem gameplay yang lebih sempurna.
Memang masih terdapat berbagai kekurangan yang terjadi di sana-sini dan  membuat pengalaman bermain sedikit kurang maksimal, terutama menyangkut fitur baru yang dihadirkan EA di dalamnya. Namun harus diakui, potensi yang dihadirkan memang luar biasa besar. Dengan sedikit penyempurnaan, fitur-fitur ini akan menjadi senjata utama franchise FIFA di masa depan yang tak terbendung. Impian EA untuk menghadirkan permainan yang jauh lebih realistis? Tidak akan menjadi sekadar mimpi di siang bolong. FIFA 12 menjadi pondasi yang tepat untuk meraih hal tersebut.
Mana yang lebih baik, PES 2012 atau FIFA 12? Saya yakin banyak dari Anda yang mulai mempertanyakan hal tersebut, apalagi Anda yang berasal dari basis fans franchise game ini masing-masing. Setelah memainkan kedua game ini dan menjajal inovasi yang ditawarkan keduanya, saya harus menyimpulkan bahwa tidak ada yang lebih baik dan lebih buruk di antara keduanya. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing dan tidak dapat diperbandingkan begitu saja. Mengapa? Karena pada akhirnya, kompetisi panas seperti ini, pilihan antara FIFA atau PES akan jatuh kembali di tangan Anda, mana yang menurut Anda paling nyaman untuk dimainkan. Satu hal yang pasti, gamer PES harus menjajal FIFA 12 ini dan gamer FIFA 12 juga wajib menjajal PES 2012. Biarkan pikiran dan hati Anda yang menentukan sendiri.

Kelebihan


Anda bahkan bisa mendapatkan detail seperti ini ketika melakukan instant replay!! WOW!
  • Visualisasi dan detail luar biasa
  • Player-Impact Engine
  • AI yang lebih adaptif
  • Dapat dikuasai oleh gamer dengan cukup mudah

Kekurangan


Player Impact Engine + ekspresi wajah yang reaktif = It would be EPIC!
  • Ekspresi wajah yang terasa kurang reaktif
  • Menu Taktik yang masih kurang informatif
Cocok untuk gamer: penggila sepakbola, penggemar FIFA, mereka yang menyukai PES
Tidak cocok untuk gamer: yang masih bingung mengapa kiper boleh memegang bola dengan tangan di sepakbola

Posted by Yoghi Andreanto On 13.34


Siapa yang tidak mengenal seri Pro Evolution Soccer saat ini? Gamer di seluruh dunia, khususnya Indonesia sudah pasti mengenal game sepakbola yang satu ini. Konami sebagai pihak developer berhasil menjadikan franchise sepakbola ini terus menarik untuk diikuti setiap tahunnya, terlepas dari perubahan yang dihadirkan di dalamnya. Gameplay yang adiktif dan suasana kompetitif menjadi alasan utama mengapa banyak gamer yang mencintainya. Di Indonesia, popularitas PES bahkan berhasil mengalahkan seri FIFA yang mengusung visualisasi dan animasi yang lebih sempurna.
Fenomena PES di Indonesia sendiri sebenarnya sudah dimulai sejak kemunculan seri Winning Eleven di masa kejayaan Playstation dulu. Pangsa pasar yang dikuasai FIFA di kala itu berhasil dirobohkan oleh skema kontrol dan sistem permainan Winning Eleven yang terasa lebih nyaman dan nyata. Di masa ketika rental Playstation masih menjamur, Winning Eleven menjadi pemandangan lumrah yang hampir selalu ditemukan. Keengganan untuk berpaling kembali ke FIFA karena pengalaman masa lalu juga lah yang menjadikan franchise PES seolah tak tertandingi di negara kita tercinta ini, hingga saat ini.
Sejak Konami mentranslasikan Winning Eleven dan merilisnya untuk pasar global, popularitas Winning Eleven yang berubah nama menjadi Pro Evolution Soccer semakin tak tertandingi. Apalagi Konami boleh dibilang terus berinovasi hampir dalam seri terbaru yang dihadirkan. Tak hanya membekali diri dengan peningkatan visual dan animasi, Konami juga terus berupaya untuk menghasilkan pengalaman bermain yang lebih nyata dan kompetitif. Setelah melewati beragam evolusi dan revolusi, Pro Evolution Soccer akhirnya tiba pada wujudnya saat ini: Pro Evolution Soccer 2012!
Bagi Anda yang sudah menyimak impresi kami akan demo yang dihadirkan oleh Konami, Anda pasti sudah punya sedikit gambaran tentang berbagai hal baru yang ditawarkan di dalam PES 2012 ini. Preview dari versi full versionnya juga dihadirkan untuk memastikan kehadiran beberapa fitur yang belum dapat dicoba di versi demonya. Kini yang menjadi pertanyaan adalah: Seberapa signifikankah semua perubahan dan invasi Konami di PES 2012 ini? Apakah cukup mempengaruhi gaya kita bermain secara keseluruhan? Apakah sensasi yang dihadirkan tak ubahnya dengan perbaikan masif di PES 2011? Adakah fitur-fitur baru yang baru yang tak ditemukan di versi demonya? Untuk itulah review ini dihadirkan.

Visualisasi, Animasi, dan Dramatisasi

Detail yang jauh lebih baik.
Di versi demo, kualitas grafis yang dihadirkan oleh PES 2012 tak tampak berbeda dibandingkan versi PES 2011, masih mengusung visualisasi yang nyaris sama. Namun ketika menjajal full versionnya, harus diakui Konami melakukan pembenahan di sana-sini untuk menghasilkan kesan yang jauh lebih realistis. Berbagai detail tampak lebih mengagumkan di seri terbaru ini, khususnya pencitraan para pemain yang berlaga di lapangan. Anda akan dapat mengenali setiap mereka dengan jauh lebih baik. Detail yang ditunjukkan pada konsep lapangan dan kostum juga harus diacungi jempol.
Berbagai animasi tambahan yang belum ada di seri sebelumnya.
Tetap tak mudah untuk melakukannya.
Animasi gerakan di dalam Pro Evolution Soccer 2012 juga mengalami perubahan yang cukup signifikan. Para pemain bergerak dengan alur yang terasa lebih halus dan lancar, namun tetap tidak menghilangkan kesan realistis yang berusaha dibangun Konami. Tidak hanya itu saja, berbagai gerakan tambahan yang sebelumnya tidak ada di seri sebelumnya kini juga ditambahkan, dari gaya menendang, jatuh, bertahan, hingga selebrasi gol. Anda akan dapat melihat kerja keras Konami untuk memunculkan pengalaman lapangan nyata yang lebih baik.
Dramatisasi tambahan.
Visualisasi dan animasi memang mendapatkan perombakan yang meningkatkan kualitas PES 2012, namun Konami juga datang dengan kejutan baru. Mereka menambahkan sedikit dramatisasi yang dibangun lewat sebuah plot cerita untuk dua mode besar: “Master League” dan “Become A Legend”. Jika di seri sebelumnya, Anda hanya butuh melewati beberapa step sederhana dan langsung dibawa pada inti permainan, di seri PES 2012 ada sedikit alur yang harus diakui, dimana Anda berperan sebagai pelatih dan pemain yang baru saja direkrut dan butuh untuk memperilhatkan prestasi yang memuaskan pihak yang menyewa Anda. Sebuah langkah yang cukup baik dengan visualisasi yang tergolong baik.

Mode Preset Tactics di Game Plans


Jika kita membicarakan salah satu mode paling penting di Pro Evolution Soccer, maka Game Plans tentu saja menjadi yang paling krusial. Melalui menu ini, Anda bisa mengatur semua hal yang dibutuhkan untuk memenangkan sebuah pertandingan. Sebut saja formasi, susunan pemain, strategi serang dan bertahan, hingga peran masing-masing pemain. Game plans menjadi sebuah kebutuhan dasar yang harus diakses gamer sebelum memulai sebuah pertandingan. Mode inilah yang menjadi kunci paling utama untuk dapat menunjukkan kemampuan terbaik Anda sebagai seorang gamer PES, bahkan mendominasi.
Di PES 2012 ini, tampilan game plan tak jauh berbeda dibandingkan seri sebelumnya. Anda dapat mengganti posisi pemain dengan hanya menggerakkan nama mereka masuk dan keluar lapangan. Status para pemain juga dapat langsung terbaca begitu Anda memilih satu atau dua diantara para pemain ini, mempermudah Anda untuk membandingkan kemampuan mereka. Intinya, tak banyak hal berubah dari segi tampilan, hanya menambahkan wajah para pemain setiap kali Anda memilih nama mereka. Namun benarkah Konami tak merombak game plan sama sekali?
Preset tactics akan dapat diubah-ubah di dalam pertandingan
Jika Anda memerhatikan dengan seksama, maka menu di bagian bawah memperlihatkan sebuah opsi baru – Preset Tactics yang berjumlah empat buah. Pernahkah Anda merasa bahwa memiliki satu strategi di dalam pertandingan saja tidak cukup? Bahwa seperti pelatih sesungguhnya, Anda seharusnya punya kemampuan untuk merubah strategi sesuai dengan kondisi pertandingan yang sedang Anda hadapi? Hal inilah yang berusaha diakomodir oleh Preset Tactis ini. Apa kehebatannya?
Melalui setiap Preset Tactis ini, Anda dapat mengaplikasikan strategi yang berbeda satu sama lain, dari susunan pemain di lapangan hingga formasi dan strategi yang akan digunakan. Dengan memaksimalkan empat buah Preset-Tactics yang tersedia, Anda berkesempatan untuk menghadirkan gaya permainan yang lebih mengalir dan adaptif pada kondisi. Anda tinggal menekan tombol tertentu (d-pad kanan jika fungsi geraknya Anda matikan) untuk mengaktifkan Preset tactis dan terus merubah strategi yang Anda gunakan secara langsung di lapangan. Sederhana dan mudah untuk dikuasai. Sebuah inovasi yang pantas diacungi jempol.

Teammate Controls: Signifikankah dalam Pertandingan?

Skema kontrol untuk teammate controls.
Fitur paling utama yang dihadirkan Konami di dalam PES 2012 adalah kesempatan untuk menggerakkan pemain lain menggunakan skema kontrol baru yang disebut Teammate Controls. Bercermin dari keluhan gamer PES yang seringkali menyebut AI teman yang kurang adaptif untuk membaca gerak dan gaya bermain, Konami menghadirkan kebebasan lewat skema kontrol terbaru ini. Kini gamer tak perlu lagi mengandalkan kepintaran AI semata, Anda juga bisa memerintahkan pemain lain untuk bergerak maju atau bergerak sesuai keinginan Anda.
Konami mengadaptasikannnya lewat fungsi analog kanan yang mudah dikuasai. Anda hanya tinggal menekan analog kanan dan mengarahkannya untuk menguasai pemain tersebut secara langsung. Jika Anda melakukan konfigurasi otomatis di menu Teammate controls, maka Anda hanya bisa memintanya untuk berlari maju. Jika konfigurasi manual yang hidup, maka Anda dapat memintanya untuk bergerak kemanapun. Harus diakui, tidak mudah untuk menggerakkan dua pemain sekaligus, apalagi ketika permainan bergerak begitu cepat. Butuh latihan dan ekstra kerja keras untuk menguasai teammate controls ini.
Mengendalikan dua orang sekaligus? Tidak semudah itu.
Teammate controls ini juga bekerja hampir di seluruh “bola mati” di dalam permainan. Anda hanya tinggal mengarahkan analog kanan untuk mengendalikan pemain di lapangan dan menjadikannya sebagai target bola. Corner kick, free kick, hingga throw in menggunakan mekanisme yang sama. Pemain yang Anda pilih dapat berlari dan bergerak secara bebas, mencari posisi yang menurut Anda tepat dan lebih berpeluang untuk menciptakan gol. Hal yang sama juga berlaku ketika Anda bertahan. Anda hanya tinggal menggerakkan analog kanan untuk menentukan pemain mana yang Anda ingin gunakan untuk bertahan, lebih ringkas dan “tepat sasaran” dibandingkan menggunakan tombol konvensional untuk mengganti pemain.
Dengan fungsi Teammate Controls yang inovatif ini, apakah gamer akan merasakan sebuah pengalaman PES 2012 yang berbeda? Sayangnya, tidak. Walaupun Anda dapat menggunakannya dengan bebas, namun pertandingan yang seringkali berjalan cepat membuat Anda mustahil untuk mengaplikasikan fungsi ini dengan tepat. Tak hanya meminta pemain di depan untuk belari, Anda juga harus mengukur kekuatan passing pemain di analog kiri agar strategi ini berfungsi sempurna. Mudah? Perhitungkan faktor offside, pemain yang harus dihindari, dan sudut yang tepat. Ketika Anda memikirkan semua ini, bola sudah terlanjur direbut oleh lawan.
Jika Anda bisa menguasainya, umpan seperti ini sudah pasti menghasilkan gol.
Lagipula Konami sebenarnya sudah menyisipkan kemampuan AI yang jauh lebih adaptif di seri kali ini. Anda akan cukup berlega hati melihat penyerang Anda otomatis akan berlari maju ketika kondisi memang memungkinkan untuk sebuah umpan terobosan, misalnya. Menggabungkannya dengan kontrol manual ala Teammate Controls mungkin terdengar seperti konsep yang sempurna, namun kenyataannya tidak terlalu menghasilkan efek yang terlalu maksimal. Saya pribadi justru lebih sering bermain dengan gaya bermain biasa, layaknya sedang memainkan PES 2011. Teammate controls jarang sekali saya gunakan kecuali benar-benar dalam kondisi yang memungkinkan, misalnya hanya perlu mengecoh 1 pemain belakang saja. Akibatnya? Fitur yang satu ini harus diakui tak terlalu maksimal. Tak percaya? Anda coba saja gunakan melawan AI computer di tingkat kesulitan “Top Player”.  Menggunakan Teammate Controls? Lebih banyak menghasilkan perasaan frustrasi.

Biasakan Diri dengan Bunyi Peluit Foul!

Entah mengapa, pemain terasa begitu sensitif dan lemah. Mudah sekali jatuh.
Ini mungkin bagian yang membuat PES 2012 hampir menjadi game yang membuat saya frustrasi. Keinginan Konami untuk menghadirkan pengalaman bermain yang lebih realistis justru berbuntut pada kenyamanan bermain yang sedikit berkurang. Mengapa? Mereka memutuskan untuk menjadikan setiap pemain di dalam lapangan hijau menjadi terlalu “sensitif”, jika Anda tak mau menyebutnya sebagai manja.
Gamer yang pernah memainkan PES 2011 tentu mengerti bahwa tackle ringan seringkali berjalan efektif untuk merebut bola lawan yang berada di jarak yang cukup dekat. Gerakan ini masih dianggap “halus” karena jarang sekali menjatuhkan lawan dan memicu peluit foul. Namun di PES 2012, Anda akan bermusuhan dengan yang namanya tackle ini. Jika di masa lalu, Anda bisa melakukannya dengan damai, maka di seri terbaru ini, Anda harus berpikir ulang. Satu tackle dari sisi yang salah akan dengan mudahnya menjatuhkan lawan dan memicu peluit wasit berbunyi. Niat Anda untuk sekadar merebut bola seringkali berujung pada tendangan bebas, berulang-ulang dalam satu pertandingan. Sangat mengganggu.

Masalah Klasik: Lisensi dan Update Pemain yang Terlambat

Sayangnya, tak terupdate sempurna..
Berapa sering pun Konami menghadirkan Pro Evolution Soccer ke industri game, masalah yang satu ini tampaknya akan terus hadir. Benar sekali, kita sedang membicarakan masalah lisensi dan update pemain yang tak pernah berhasil ditangani oleh Konami. Anda masih akan menemukan tim dengan nama-nama aneh, seperti North London untuk Arsenal, Man Blue untuk Manchester City, dan sebagainya di PES 2012 ini. Walaupun Anda yang terbiasa memainkan PES sudah hafal dengan “nama pengganti” tim ini, namun bukankah akan lebih sempurna jika Konami dapat meraih setiap lisensinya?
Masalah klasik kedua, yakni update list para pemain yang tidak mengikuti kondisi terakhir dunia sepakbola juga masih ditemukan. Walaupun dirilis di penghujung tahun, Konami masih menghadirkan susunan pemain dalam tim berdasarkan bursa transfer awal tahun. Beberapa tim mendapatkan update terbaru, namun tidak sedikit juga yang masih bertahan dengan susunan pemain lama yang sudah menyebar entah ke mana. Contoh paling nyata: Inter masih memiliki Eto’o dan Arsenal masih menyimpan Fabregas. Memang hal ini akan teratasi dengan update patch resmi Konami yang sudah pasti akan dirilis pada beberapa minggu ke depan. Beruntung bagi gamer PC yang mampu mengaplikasikannya. Namun bagaimana dengan gamer konsol yang hidup dari bajakan?

Kesimpulan

Worth to play!
Peningkatan visualisasi, animasi, dan dramatisasi mungkin menjadi poin paling kasat mata dari PES 2012, membawa elemen yang mampu memanjakan mata para pemainnnya untuk waktu yang sangat lama. Fitur preset tactis yang diciptakan untuk membawa permainan yang lebih dinamis juga layak mendapatkan tribut, setidaknya membuat gamer kini lebih mampu untuk bereaksi secara tepat sesuai dengan kondisi lapangan terakhir. Mengganti peran tim dari bertahan hingga menyerang secara penuh dengan hanya mengandalkan satu tombol sederhana sudah pasti akan menjadi tambahan kemampuan yang layak dieksploitasi.
Konami memang berusaha menghadirkan beberapa fitur baru ke dalam Pro Evolution Soccer 2012 ini, namun sayangnya tidak semuanya dapat dikatakan berhasil. Konsep teammate controls memang harus diacungi jempol, sebuah inovasi yang cukup sempurna untuk mengakomodir kebutuhan gamer akan kendali yang lebih besar dalam menciptakan sebuah gaya permainan. Namun kesulitan untuk mengaplikasikannya dalam pertandingan yang berlangsung dengan cepat hampir membuat fitur yang satu ini seolah tak berguna sama sekali. Anda pasti akan lebih nyaman bermain dengan gaya permainan biasa seperti seri sebelumnya, hanya saja kali ini akan diperkuat dengan AI yang lebih baik dan adaptif. Teammate controls? Butuh lebih banyak usaha dan komitmen untuk mempelajarinya.
Memang PES 2012 masih menyisakan berbagai permasalahan klasik yang tak pernah mampu diselesaikan Konami, tetapi bukan berarti keseluruhan permainan ini tak layak dinikmati. PES 2012 masih menjadi game yang adiktif, kompetitif, dan menarik untuk dimainkan, khususnya bagi para penggemar game sepakbola. Semangat kompetisi yang kental akan membuat berbagai kekurangan yang disebutkan di atas menjadi tidak terlalu berarti. Walaupun hal-hal dasar seperti tackle dan peluit foul yang sering berbunyi akan cukup berpengaruh pada kenyamanan bermain. Saya mulai berpikir, apa jangan-jangan masalah yang satu ini berakar dari “ikon” yang dipilih untuk PES 2012 ini? Mmmm.. mungkin saja.

Kelebihan


Dramatisasi memberikan nilai lebih.
  • Hadirnya dramatisasi yang membuat pengalaman bermain berbeda.
  • Visualisasi dan Animasi yang meningkat.
  • Preset Tactics yang membuat pemainan bergerak lebih hidup.
  • Gerakan pemain yang halus.
  • Pass support untuk passing lebih akurat.

Kekurangan


Pemain seperti gelas kaca. Rapuh.
  • Teammate Controls yang tak berpengaruh signifikan.
  • Pemain didesain seolah terlalu rapuh, seringkali jatuh dan memicu peluit foul.
  • Tingkat kesulitan Top Player yang membuat frustrasi.
  • Lisensi dan Update Pemain yang belum terselesaikan.
Cocok untuk gamer: penggemar game sepak bola, pencinta PES, pemilik gaming center.
Tidak cocok untuk gamer: yang masih bingung mengapa sebuah bola berusaha direbut oleh 22 manusia dewasa.
Posted by Yoghi Andreanto On 13.22
LCD singkatan dari Liquid Crystal Display. TV LCD memiliki kristal cair antara panel layar TV, yang akan diaktifkan bila arus listrik disuplai untuk itu. LED TV bekerja pada kristal cair yang sama platform, tapi cahaya berasal dari dioda pemancar cahaya (Light Emitting Diodes, LED) yang digunakan sebagai back-cahaya untuk TV ini, sedangkan TV LCD normal menggunakan lampu CCFL (Cold Cathode Fluorescent Lamps). Sebuah TV plasma bekerja pada platform yang sama sekali berbeda. Sebuah TV plasma memiliki selembar individu sel plasma, yang bisa diaktifkan ketika listrik dilewatkan ke TV.
 
Dengan demikian kita dapat melihat bahwa teknologi plasma dan LCD yang sama sekali berbeda, sementara perbedaan antara LCD dan LED hanya back-cahaya, yang mereka gunakan.
 

Contrast Ratio

Sebuah rasio kontras adalah kemampuan TV untuk menunjukkan daerah kontras tinggi pada layar. Daerah kontras tinggi adalah warna hitam dan putih dalam gambar. Jika TV memiliki rasio kontras yang baik, hal itu menunjukkan perbedaan antara daerah gelap dan terang layar sangat baik. Pengujian rasio kontras TV adalah dengan adegan-adegan dalam gelap, di mana kebutuhan untuk membedakan warna hitam diperlukan. Kenyataan bahwa TV plasma umumnya memiliki rasio kontras yang lebih baik daripada TV
 
LCD dan LED. Hal ini karena TV plasma memiliki plasma pada masing-masing sel, yang secara otomatis mengubah diri mereka pada bagian-bagian yang lebih gelap dari layar. TV LCD di sisi lain memiliki satu kristal cair sehingga saat harus menampilkan gambar gelap,
 
CCFL harus meredup akibatnyawarna hitam tidak begitu meyakinkan. Di sisi lain, TV LCD didukung dengan lampu LED belakang memiliki sedikit tepi sebagai individu LED memutar diri ke dalam 'off' posisi di bagian gelap layar dengan demikian memberikan hitam yang lebih meyakinkan daripada TV LCD.
Hasil: Pada rasio kontras parameter, TV plasma dengan jelas telah di atas angin. LED TV yang berikutnya, disusul TV LCD yang terakhir.
 

Viewing Angle

Viewing angle adalah sudut dimana gambar di TV dapat dilihat. Semua TV dapat dilihat saat Anda tepat di depannya, tapi karena semua pemirsa tidak bisa duduk tepat di depan TV dan harus duduk di sekitarnya (samping kanan dan kiri), maka parameter sudut menjadi sangat penting.
Pemenang untuk titik ini lagi adalah TV plasma. Citra TV plasma tetap baik dan kokoh untuk pemirsa di hampir setiap sudut. TV LCD jatuh kembali ketika sering ada kehilangan warna dan detail, ketika TV dilihat dari sudut menyamping. LED TV meminimalkan masalah yang dihadapi oleh TV LCD karena dengan desentralisasi kembali lampu sehingga memiliki sudut pandang yang lebih luas.
 
Hasil: Pada parameter sudut pandang, TV plasma adalah pemenang, diikuti oleh LED TV di tempat kedua dan LCD TV di tempat terakhir.
 

Color

Hal ini cukup jelas bahwa warna-warna cerah dari TV akan menjadi pertimbangan penting dalam pikiran pembeli TV. Tetapi tidak ada pemenang pada parameter ini karena semua TV tampaknya menunjukkan gambar berkualitas baik. Perbedaan mungkin ada di antara dua model TV jenis yang sama atau dua merek TV yang berbeda, model harga yang lebih tinggi menunjukkan warna yang lebih baik, tetapi sebagian besar masih memiliki kualitas gambar yang sama. Dikatakan bahwa jika LED TV memiliki lampu berwarna, ia akan menampilkan gambar yang terbaik dari mereka semua, tapi hal ini masih diperdebatkan.
 
Hasil: Semua peringkat TV memiliki kualitas yang baik, harga yang menentukan yang lebihbaik, karena dengan harga yang lebih tinggi biasanya pewarnaan layar akan lebih baik.
 

Motion

LCD TV telah menunjukkan peningkatan yang besar pada parameter ini dalam beberapa tahun terakhir, tetapi tidak dapat diperdebatkan bahwa teknologi plasma memiliki kelebihan di sini. Ketika layar plasma memiliki sel-sel individual yang dapat me-refresh pada tingkat yang jauh lebih cepat. Aliran gerak telah menjadi momok bagi para pembuat TV LCD untuk waktu sekarang. LED TV sebagian besar menggunakan teknologi yang sama seperti TV LCD tetapi menunjukkan kinerja yang lebih baik dari LCD TV.
 
Hasil: Plasma untuk sekarang,masih jawara, disusul LED TV untuk urusan gerak.
 

Power Consumption

Plasma TV mengkonsumsi lebih banyak tenaga daripada LCD TV, karena setiap sub-pixel dilayar harus dinyalakan. Sebaliknya, kebutuhan TV LCD lebih perlu sedikit kekuatan untuk menerangi lampu belakang. Tapi LED TV adalah pemenang titik ini karena lampu LED belakang memiliki kekuatan lebih efisien dan lebih kecil kebutuhan listriknya.
 
Hasil: LED TV adalah pemenang pada titik ini, diikuti oleh LCD dan plasma. 
 

Lifespan

Kelemahan plasma TV, yang pembuatnya berusaha sekuat tenaga untuk memperbaiki ini, adalah umur. Kualitas dan kecerahan layar plasma mengambil pemukulan dalam waktu yang sangat singkat. Tetapi plasma keluaran sekarang datang dengan lebih efisien, yang memiliki potensi untuk bertahan lebih lama. Umur dari LCD dan LED TV tergantung pada umur dari lampu belakangnya, tetapi pada rata-rata umur TV tersebut seharusnya lebih daripada plasma TV.
 
Hal lain yang perlu dipertimbangkan selain umur adalah burn-in (terbakar). TV plasma memiliki beberapa masalah, karena memiliki potensi burn-in yang lebih besar pada layarnya. Para pembuat TV plasma mencari solusi untuk memperbaiki masalah ini juga. TV LCD dan LED jarang memiliki masalah layar terbakar.
 
Hasil: Pada titik ini, TV LCD telah menjadi pemenang, sementara umur dari lampu LED
belakang tetap belum diuji, sebagai teknologi yang relatif baru. Tapi plasma mencoba
untuk memperpanjang umur mendekati TV LCD.
 
Harga
Setelah mengatakan semua ini, pada akhirnya, keputusan bagi kebanyakan orang adalah dibuat oleh label harga. Bagi banyak orang di seluruh dunia, masalah label harga jauh lebih penting daripada enam poin belumnya.
Selama bertahun-tahun, plasma telah menikmati harga yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan LCD, namun sebagai ukuran produksi dan permintaan LCD meningkat, harga LCD ditetapkan untuk menjadi lebih dan lebih kompetitif dengan plasma. LED TV memiliki harga yang relatif mahal sebagai teknologi yang baru dikeluarkan. Untuk ukuran kecil plasma lebih murah, namun untuk saat ini TV berukuran lebar harga murah didominasi oleh LCD TV.
Hasil: Plasma adalah nomor 1 untuk TV ukuran kecil (dibawah 32 inchi), tetapi TV di atas 32 inchi lebih murah LCD. TV LED saat ini masih berharga 2 kali lebih mahal dari LCD untukukuran yang sama.
 
 
Ada juga yang mengatakan Perbedaan LCD dan LED sebagai berikut:
  • LCD lebih rendah radiasinya
  • LCD lebih hemat energi
  • LCD lebih compact

LCD adalah teknologi paling populer yang dipakai di TV, ponsel, dan juga monitor komputer layar datar. Namun sesungguhnya LCD tidaklah menyajikan image dengan kualitas terbaik.

LED adalah singkatan dari Light Emiting Dioda, merupakan komponen yang dapat mengeluarkan emisi cahaya. LED merupakan produk temuan lain setelah dioda. Strukturnya juga sama dengan dioda, tetapi belakangan ditemukan bahwa elektron yang menerjang sambungan P-N juga melepaskan energi berupa energi panas dan energi cahaya.

LED dibuat agar lebih efisien jika mengeluarkan cahaya. Untuk mendapatkna emisi cahaya pada semikonduktor, doping yang pakai adalah galium, arsenic dan phosporus. Jenis doping yang berbeda menghasilkan warna cahaya yang berbeda pula.Pada saat ini warna-warna cahaya LED yang banyak ada adalah warna merah, kuning dan hijau.LED berwarna biru sangat langka.

Pada dasarnya semua warna bisa dihasilkan, namun akan menjadi sangat mahal dan tidak efisien. Dalam memilih LED selain warna, perlu diperhatikan tegangan kerja, arus maksimum dan disipasi daya-nya. Rumah (chasing) LED dan bentuknya juga bermacam-macam, ada yang persegi empat, bulat dan lonjong.
 
 
 
1
 
Gambar LCD Monitor
 
 
 
 
 
 
1
Gambar LED Monitor
 
 
 
 
 
 
reference: electronicglobal.com, alfi-fadlan.blogspot.com